Curug yang berketinggian hampir 120 meter dari
puncak ke dasarnya ini memiliki keistimewaan berupa 5 terjunan
bertingkat dengan airnya yang bersih dan segar, dimana jarak antara
terjunan satu dan terjunan berikutnya rata-rata 20 meter.
Istilah Trocoh, dalam bahasa jawa, berarti selalu mengeluarkan air. Dan air di Curug ini memang tak pernah surut, termasuk saat kemarau panjang.
Istilah Trocoh, dalam bahasa jawa, berarti selalu mengeluarkan air. Dan air di Curug ini memang tak pernah surut, termasuk saat kemarau panjang.
Curug Surodipo berada di Desa Tawangsari, Kecamatan Wonoboyo. Selain
menyajikan lanskap pegunungan yang indah, perjalanan menuju Curug
Surodipo pun mengisahkan satu cerita tersendiri. Jalan kecil berbatu
adalah jalan utama yang harus dilewati untuk menuju Curug Surodipo, bisa
dengan menggunakan sepeda motor, namun harus ekstra hati-hati karena
jalan menanjak dan berkelok. Setelah jalan berbatu habis, maka
perjalanan harus dilanjutkan dengan jalan kaki menaiki bukit. Kaki yang
pegal pun seketika akan hilang ketika mendengar deru air yang jatuh dari
ketinggian. Dari kejauhan bulir-bulir air Curug Surodipo bak mutiara
yang berkilauan memantulkan cahaya matahari. Secara pasti asal usul nama
Surodipo, memang belum ada catatan baku tentang sejarah keberadaan
curug tersebut. Tapi menurut warga sekitar, Surodipuro diambil dari nama
seorang panglima Perang Diponegoro bernama Kyai Surodipuro, yang
meninggal dan dimakamkan di kawasan tersebut. Tempat ini jmenjadi saksi
bisu sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro melawan Belanda pada kurun
waktu 1925 - 1830. Pangeran Diponegoro menggunakan tempat ini sebagai
salah satu tempat untuk mengatur siasat perjuangan gerilya malawan
Belanda. Usai perang Diponegoro sekitar tahun 1830, Kyai Surodipuro yang
dikejar Belanda lari ke utara dan bermukim di kawasan itu. Dia enggan
pulang ke Yogyakarta, karena kota itu sudah jatuh ke tangan penjajah.
Dalam pelariannya, Kyai Surodipo beserta sejumlah pengikutnya mendirikan
sebuah permukiman yang diberi nama Klesem, hingga akhirnya wafat dan
dimakamkan di sana. Berjarak 38 km arah Timur Laut dari Kota Temanggung.
Untuk mencapai curug itu tergolong tidak mudah. Setidaknya dari Kota
Kecamatan Wonoboyo menuju Desa Tawangsari ditempuh sejauh hampir 7 km
dengan kondisi jalan yang tidak mulus alias berbatu. Dan untuk sampai di
dasar curug ini masih harus menempuh 3 kilometer lagi untuk tiba di
sana dengan menyusuri jalan setapak, menaiki dan menuruni bukit. Jika
menggunakan Transportasi Umum bisa Naik Bis Jurusan Temanggung-Wonosobo
lalu turun di Terminal parakan dan menyambung naik Bis jurusan
Parakan-Candiroto dan turun di Muntung. Setelah itu bisa naik Ojek atau
Mobil Box di sekitar pertigaan Muntung, perjalanan dari Muntung menuju
lokasi wisata Curug Surodipo kurang lebih 30 Menit. lebih baik
menggunakan motor sendiri. Harga Tiket Masuk dan Parkir
Rp.5.000,00-/Orang (Februari 2016) Karena curug ini masih natural maka –
Belum ada fasilitas toilet – Akses jalan cukup mudah – Lebih baik
parkir di tempat yang sudah di sediakan (Dekat Pos Tiket Masuk) jangan
di atas! Resiko! – Bawa air minum dan makanan ringan, karena tidak ada
penjual apapun. (BAWA PULANG SAMPAHMU!!!) – Lebih baik tidak mandi di
aliran sungai. – Jika hujan, jalan berlumpur dan sangat licin. –
Siapakan stamina, karena anda akan sedikit berjalan kaki menaiki bukit. –
Jangan ragu untuk bertanya arah kepada masyarakat sekitar. Tidak adanya
lahan parkir untuk kendaraan di lokasi ini menyulitkan bagi yang
membawa kendaraan sehingga terpaksa menitipkannya pada warga setempat.
_dari berbagai sumber_
PETA CURUG SURODIPO
ALBUM CURUG SURODIPO
No comments:
Tuliskan Opini Anda